Pernahkah Kamu mendengar istilah bioetanol? Bioetanol energi ramah lingkungan merupakan salah satu dari biofuel. Biofuel adalah bahan bakar yang terbuat dari materi hidup atau biasanya didapat dari tanaman. Berbeda dari bahan bakar fosil, biofuel disebut sebagai energi terbarukan yang tak akan habis seperti bahan bakar fosil.
Bioetanol dibuat menggunakan teknik fermentasi biomassa dari umbi-umbian yang kemudian dilanjut dengan proses destilasi. Hasil proses ini akan menghasilkan cairan yang disebut bioetanol yang bisa digunakan langsung atau tidak langsung sebagai bahan bakar.
Lantas bagaimana sejarah pemanfaatan bioetanol dan bagaimana pemanfaatan bioetanol energi ramah lingkungan? Simak uraian singkatnya dibawah ini.
Etanol atau etil alkohol merupakan jenis alkohol yang paling sering ditemui dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol bahkan sudah dikembangkan sejak jaman Romawi. Terbukti dengan adanya pengembangan kompor yang digunakan sebagai penerangan pada masa itu.
Apakah etanol sama dengan bioetanol atau ada perbedaan diantara keduanya?
Secara umum keduanya tidak ada bedanya. Bioetanol juga merupakan etanol. Baik itu etanol ataupun bioetanol sama-sama memiliki warna yang jernih, mudah menguap dan mudah terbakar. Bioetanol yang digunakan sebagai campuran bahan bakar adalah etanol dengan jenis yang sama juga dengan etanol yang digunakan dalam cairan hand sanitizer.
Pembeda antara keduanya terletak pada bahan baku serta proses pembuatannya. Jika etanol dibuat dari fermentasi bahan makanan, maka metanol dihasilkan dari metabolime anaerobic bakteri secara alami. Uap yang muncul di udara secara alami ini akan teroksidasi oleh oksigen dan matahari hingga menjadi air dan karbondioksida.
Sedangkan bahan baku diantara keduanya juga berbeda. Etanol berbahan baku makanan semisal umbi-umbian, sedangkan metanol berbahan baku batu bara dan gas alam rendah kalori.
Berbeda dari etanol, metanol disebut sebagai jenis alkohol yang tidak aman karena ada kandungan racun di dalamnya. Bahkan menelan hanya dalam jumlah rendah semisal 1 tetes bisa berakibat fatal.
Sebenarnya pemanfaatan bioetanol sudah dimulai sejak zaman prasejarah. Dulunya bioetanol digunakan sebagai campuran fermentasi. Hal ini dibuktikan adanya residu yang menempel pada peninggalan keramik berusia 9000 tahun dari Tiongkok. Penemuan ini mengindikasikan bahwa bioetanol telah mulai digunakan mulai dari masa neolitik.
Sejarah pemanfaatan etanol kemudian dilanjutkan oleh seorang kimiawan muslim di masa Khalifah Abbasid. Peneliti kala itu yakni Al Kindi, Al Razi dan Jabir ibn Hayyan. Mereka menemukan campuran bioetanol yang kadarnya mampu mendekati kemurnian.
Dalam catatan Jabir ibn Hayyan (721-815M) disebutkan jika uap fermentasi etanol yang mendidih memiliki sifat mudah terbakar. Kemudian Al Kindi (801-873M) menyebutkan juga tentang proses destilasi yang terjadi pada proses fermentasi etanol. Penemuan catatan tersebut kemudian diteliti lagi hingga didapatkan bioetanol absolut oleh Johan Tobias Lowitz pada tahun 1796 menggunakan saringan arang dalam proses destilasinya.
Asal mula pemanfaatan etanol masih berlanjut. Antoine Lavoisier kala itu menyebutkan jika bioetanol merupakan senyawa yang terbentuk dari oksigen, hidrogen dan karbon. Lantas di tahun 1808 rumus kimia etanol ditemukan oleh Nicolas Theodore de Saussure dan pada tahun 1858 rumus bangun etanol diterbitkan oleh Archibald Scott Couper. Dari sejarah panjang ini, etanol ditetapkan menjadi salah satu senyawa kimia pertama yang rumus bangunnya ditemukan.
Sejarah masih berlanjut hingga pada tahun 1829 etanol dibuat secara sintetis untuk pertama kalinya oleh S.G. Serullas dan Henry Hennel. Temuan tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh Michael Faraday pada tahun 1982. Dia membuat etanol dengan hidrasi katalis asam pada etilen. Nah, cara produksi ini etanol sintetis inilah yang kemudian digunakan sampai sekarang.
Pemanfaatan bioetanol ramah lingkungan sebagai bahan bakar lampu pernah diujicobakan pada tahun 1840 di Amerika serikat. Hal ini berhasil, sayangnya karena pajak akan alkohol kala itu sangat tinggi sehingga penggunaan etanol untuk bahan bakar lampu ini pun akhirnya terhenti.
Asal mula pemanfaatan bioetanol untuk kendaraan tercatat mulai tahun 1880 oleh Henry Ford. Ketika itu Henry membuat mobil quadricycle yang mana menggunakan etanol sebagai bahan bakarnya. Bahkan disebut jika mobil Ford model T sejak tahun 1908 telah menggunakan bahan bakar bioetanol. Namun karena urusan perpajakan, penggunaan bioetanol untuk bahan bakar inipun tidak berjalan dengan baik.
Namun dengan semakin menipisnya bahan bakar fosil, dan kian meningkatnya harga minyak bumi membuat bioetanol mulai mendapat perhatian lagi. Bahkan kini bioetanol menjadi alternatif energi terbarukan yang terus dikembangkan.
Bioetanol terbuat dari bahan makanan seperti umbi-umbian, jagung, molase, nira, dan lain sebagainya. Untuk Indonesia, mayoritas bioetanol terbuat dari singkong. Hal ini karena Indonesia memiliki jumlah produksi singkong yang besar dan kualitas singkong yang dihasilkan pun juga baik.
Nah, dalam proses pembuatan bioetanol nantinya akan melewati tiga tahapan yakni fermentasi, destilasi dan dehidrasi. Setiap tahapan akan menghasilkan kadar alkohol yang berbeda.
Misalnya pada tahapan fermentasi maka kadar alkohol atau etanol yang muncul berada pada kisaran maksimal 10%, destilasi kadar etanol bisa mencapai 95% jika dilakukan dalam dua kali tahapan, dan terakhir dehidrasi bisa memunculkan kadar alkohol hingga 99% atau yang disebut alkohol kering.
Saat ini bahan bakar utama masih berasal dari sumber daya alam tak terbarukan yakni minyak bumi. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, temukanlah biofuel yakni bahan bakar yang bisa didapat dari materi hidup seperti tumbuhan dan hewan. Salah satu biofuel adalah bioetanol yang terbuat dari fermentasi berbagai macam bahan pangan berpati, mengandung gula atau yang mengandung selulosa.
Bioetanol sebagai energi ramah lingkungan menjadi solusi bahan bakar alternatif terbaik yang bisa digunakan masyarakat luas. Pemanfaatan bioetanol ramah lingkungan memberikan dampak yang baik dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Beberapa keuntungan yang didapat antara lain:
Penggunaan energi alternatif terbarukan ini disebut lebih ramah lingkungan karena efeknya yang jauh dari pencemaran. Selain itu penggunaan dalam jumlah besar pun tak masalah karena bioetanol terbuat dari bahan baku yang masuk kategori sumber daya alam yang bisa diperbarui.
Sebenarnya energi ramah lingkungan tak hanya dari bioetanol saja melainkan juga dari jenis biofuel lain seperti biogas dan biodiesel. Ketiganya memiliki manfaat yang sama yakni sebagai bahan bakar ramah lingkungan yang kelak nanti akan menggantikan fungsi dari minyak bumi.
Saat ini tidak bisa dipungkiri jika penggunaan moda transportasi kian meningkat dan tentu hal ini akan berdampak pada kian sedikitnya bahan bakar minyak. Bioetanol pun menjadi solusi atas permasalahan ini.
Bioetanol menjadi sumber energi terbarukan yang mudah diproduksi. Bahkan harganya bisa jauh lebih terjangkau dari bahan bakar fosil jika suatu negara mampu menghasilkan dan memenuhi kebutuhan bioetanol untuk negaranya sendiri.
Salah satu contohnya adalah Amerika yang saat ini mampu mengurangi impor bahan bakar fosil dan mengalihkan anggarannya untuk pabrik bahan bakar nabati yang lebih memiliki prospek jangka panjang. Lambat laun bioetanol akan mengurangi ketergantungan akan minyak bumi sehingga ketahanan energi dan stabilitas perekonomian bisa meningkat.
Bioetanol juga disebut lebih ramah lingkungan karena jumlah karbon yang dihasilkan tak sedikit yang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Bahkan bioetanol tidak melepaskan karbon ke atmosfer karena bioetanol tergolong bahan bakar bersih. Jika mobil dan juga industri biasanya akan melepas asap ke atmosfer hasil dari pembakaran, maka bioetanol hanya mengeluarkan sedikit asap sehingga lebih ramah lingkungan.
Perlu diketahui jika pencampuran bioetanol kedalam bensin memiliki batasan atau aturan. Dilansir dari Wikipedia, bahwa pada tahun 2003 pemerintah menerapkan aturan kadar maksimal pencampuran dengan bensin yakni 25% dan minimal 20%. Pemerintah juga memberikan penetapan persentase etanol yang masuk dalam bahan bakar dari banyaknya produksi etanol dari panen tebu kala itu.
Selain itu kadar persentase etanol yang digunakan sebagai campuran juga ada aturannya. Ya, kadar yang digunakan yakni 99.5%. Kadar kemurnian ini menjadi syarat mutlak penggunaan bioetanol untuk bahan bakar. Karena jika kadarnya kurang dari kemurnian 99.5%, maka berpotensi membuat mesin tidak menyala disebabkan kandungan airnya yang masih tinggi.
Bioetanol juga mengandung oksigen yang mana penambahannya kedalam bensin mampu meningkatkan pembakaran. Hal ini disebabkan karena etanol masuk dalam hidrokarbon yang mampu menambah struktur senyawa kimia gasoline. Nah, dengan penambahan bioetanol ini kedalam bensin maka angka oktan pun akan bertambah.
Kian tinggi angka oktannya, maka bahan bakar tersebut kian lambat terbakar. Hasilnya residu tidak akan ada pada mesin sehingga kinerja mesin tidak akan terganggu. Bahan bakar dengan oktan tinggi sangat tepat digunakan pada kendaraan dengan kompresi tinggi seperti pada kendaraan keluaran terbaru baik itu motor ataupun mobil.
Sudah cukup jelas terkait dengan ulasan diatas. Dari ulasan diatas kita bisa menyimpulkan bahwa bioetanol merupakan salah satu senyawa dengan banyak manfaat yang sudah dikembangkan sedari dulu. Sekarang ini bioetanol menjadi salah satu alternatif energi terbarukan yang perlu dikembangkan terus.
Mengingat keadaan bumi yang kian mengkhawatirkan dengan pemanasan global memang sudah menjadi kewajiban kita untuk sebisa mungkin mengurangi pencemaran atau polusi. Salah satu cara adalah dengan mengganti bahan bakar menggunakan bioetanol.
Bioetanol memiliki banyak kelebihan mulai dari proses produksi yang mudah, harga yang terjangkau, ramah lingkungan serta menjadi bahan bakar yang tak pernah habis. Kelebihan inilah yang kemudian membuat kita harus segera beralih ke bioetanol jika ingin mengurangi polusi.